Jayapura, (2/7) – Guna mempertegas komitmen Fasilitator Sekolah Penggerak (Fasil) dalam pendampingan Program Sekolah Penggerak tahun 2023, Balai Guru Pemnggerak (BGP) Provinsi Papua melaksanakan Fokus Group Diskusi (FGD) Refleksi Penyelenggaraan Pendampingan Program Sekolah Penggerak, pada Minggu hingga Selasa, 2 s.d 4 Juli 2023. Bertempat di Sentani, Kabupaten Jayapura, kegiatan ini menghadirkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) serta Fasilitator Program Sekolah Penggerak Angkatan III.
“Terdapat 11 orang Fasil dari Kabupaten Merauke, Biak dan Kota Jayapura yang kita undang dengan 42 orang ASN dan 10 orang PPNPN” ujar Ketua Panitia, Suharman, S.IP.
Lelaki yang juga merupakan Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) PSP BGP Papua ini, menjelaskan tujuan dan teknis pelaksanaan kegiatan.
“Tujuannya adalah untuk membangun komitmen dan strategi pendampingan, baik oleh pihak BGP Papua maupun oleh fasil” lanjutnya.
Suharman juga menjelaskan, bahwa dalam kegiatan yang direncanakan selama tiga hari tersebut, juga akan ada diskusi seputar program prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek).
“Jadi, bukan hanya terkait PSP, dalam kegiatan ini juga nanti akan ada diskusi terkait Pendidikan Guru Penggerak (PGP) dan penerapan Kurikulum Merdeka” imbuhnya.
Lebih jauh, Widyaprada Ahli Muda tersebut menjelaskan, hasil akhir yang dihasilkan dalam kegiatan tersebut.
“Nanti akan ada penandatangan MoU (Memorandum of Understanding) antara Balai dan para fasil. Katanya.
Naskah komitmen tersebut, menurutnya, akan menjadi acuan dalam program pendampingan PSP di daerah.
FASIL, JEMBATAN KOMUNIKASI KEMENDIKBUD DAN SEKOLAH
Sementara itu, Kepala BGP Provinsi Papua, Fatkurohmah, M.Pd menegaskan bahwa fungsi fasilitator PSP adalah sebagai jembatan untuk menghubungkan kepentingan kemendikbud Ristek dan Sekolah. Karena itu, dirinya berharap fasilitator dapat memainkan peran strategis tersebut.
“Terutama untuk meng-clear-kan misskonsepsi di msayarakat dan sekolah” ujarnya.
Salah satu misskonsepsi yang selama ini beredar, menurut perempuan berkerudung tersebut, adalah pemahaman tentang komite pembelajaran. Dirinya menegaskan, bahwa komite pembelajaran bukanlah komite sekolah. Jika komite sekolah beranggotakan para orang tua siswa, sedang komite pembelajaran beranggotakan Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas.
“Kalau kita saja masih salah pemahaman, bagaimana kita bisa mengajarkan?” tanyanya.
Selain itu, perempuan yang juga pernah menjadi Widyaprada di LPMP Papua tersebut, menyebutkan permasalahan lain yang harus difasilitasi oleh fasil. Salah satunya adalah advokasi sekolah dan dinas. Menurutnya, masih ada Pemda yang kurang memperhatikan MoU yang telah disepakati dengan Kemendikbud Ristek dalam pelaksanaan PSP.
“Kementerian dan Pemda sudah memiliki kesepakatan untuk terkait PSP. Salah satunya adalah tidak memindahkan kepala sekolah penggerak selama satu periode pendampingan (3 tahun)” ujarnya.
Hal tersebut, menurutnya tidak ditaati dengan alasan beragam. Ibu Fat menyatakan hal ini juga harus menjadi perhatian, terutama oleh BGP Papua.
“Syukur jika fasil juga bisa mengadvokasi hal tersebut” lanjutnya.
Fatkurohmah menuturkan, kendala lain yang sering dihadapi di daerah adalah ketiadaan pengawas. Ada juga yang pengawas tidak mau ikut dengan beragam alasan. Bahkan menurutnya, ada yang Kepala Sekolah dan Pengawas yang tidak “cocok” sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan.
“Hal ini juga harus mampu diadvokasi oleh fasil, menghubungkan kepala sekolah dan pengawas sehingga keduanya dapat seiring-sejalan, bersama-sama untuk kepentingan pendidikan” pungkasnya. *
(TAM)