- Latar Belakang
Dalam penyelenggaraan pendidikan kita tidak bisa mengabaikan salah satu cuitan dari seorang filsuf dan pujangga Romawi yang bernama Seneca. Dalam bukunya “Epistulae morales ad Lucilium 106, 11–12” ia mengatakan bahwa “Non Scholae, Sed Vitae Discimus” yang maksudnya adalah kita belajar di Sekolah itu bukan hanya untuk mendapatkan ijazah melainkan agar menjadi manusia yang dapat hidup dengan baik dan benar.
Hal tersebut selaras dengan pendapat Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia). Beliau menerangkan tentang pengertian pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Maksud pendidikan seutuhnya juga telah menjadi tujuan pendidikan bangsa yang perlu menjadi rujukan bagi seluruh Satuan Pendidikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni melalui ditetapkannya Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam kebijakan tersebut disampaikan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Nilai-nilai dan kebijakan tersebut ternyata masih belum terimplementasi dengan baik di Satuan Pendidikan. Hal tersebut tergambarkan melalui pernyataan mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo. Beliau mengatakan bahwa pada Tahun 2020 masih terdapat 1,6 juta ASN yang dinilai kurang produktif. Secara global, strategi implementasi kebijakan tersebut perlu pembaharuan karena berdasarkan Global Competitiveness Index 2018 menunjukkan daya saing pekerja Indonesia termasuk yang paling tersendah. Indonesia berada pada peringkat ke-45 jauh berada di bawah Singapura (peringkat 2), Malaysia (25), dan Thailand (38).
Tentunya hal tersebut disebabkan oleh masih rendahnya kualitas lulusan peserta didik yang merupakan keluaran utama dari setiap Satuan Pendidikan di Indonesia. Oleh karana itu sudah saatnya setiap Satuan Pendidikan untuk berbenah diri melakukan pembaharuan-pembaharuan pembelajaran yang merujuk pada kebijakan yang berlaku.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut diatas. Maka dalam penyajian tulisan ini yang menjadi rumusan masalah adalah apa saja strategi dari Satuan Pendidikan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik dan tidak hanya menyediakan ijazah ?.
- Tujuan
Selain untuk melatih kemampuan dan meningkatkan wawasan penulis dalam penulisan karya tulis ilmiah, tujuan dari karya tulis ini merujuk pada rumusan masalah diatas yang diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam peningkatan mutu pendidikan dengan memaparkan Strategi Satuan Pendidikan dalam memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik.
- Pembahasan
Strategi implementasi kebijakan untuk mencapai tujuan pendidikan seutuhnya telah tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022 tentang Standar Proses pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar Dan Jenjang Pendidikan Menengah. Strategi tersebut dapat dapat diaktualisasikan dalam kegiatan pembelajaran dengan menciptakan suasana belajar yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.
- Interaktif
Strategi pembelajaran interaktif adalah suatu cara atau teknik pembelajaran yang digunakan guru pada saat menyajikan bahan pembelajaran, dimana guru menjadi pemeran utama dalam menciptakan situasi yang interaktif yang edukatif, yakni antara guru dengan siswa, siswa dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar. Strategi pembelajaran interaktif identik terlaksana dalam bentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik. Dalam melaksanakan pembelajaran yang interaktif, Pendidik berperan sebagai fasilitator proses pembelajaran dan tidak menjadi satu-satunya sumber pembelajaran.
Faire dan Cosgrove (1992) mengemukaan bahwa pembelajaran yang interaktif memiliki lima langkah. Langkah-langkah pembelajaran interaktif diawali dengan persiapan, kegiatan penjelajahan, mengarahkan pertanyaan siswa, penyelidikan, dan refleksi. Salah satu kebaikan dari model pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap pertanyaanya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan). Dengan cara seperti ini siswa menjadi kreatif dan aktif belajar.
- Inspiratif
Inspiratif dimaknai sebagai segala sesuatu yang sifatnya dapat mengilhami, menggerakkan, membangkitkan atau mengobarkan semangat untuk melakukan sesuatu yang positif. Dalam proses pembelajaran, aspek paling utama yang harus diperhatikan oleh pendidik untuk meningkatkan iklim pembelajaran yang inspiratif, adalah bagaimana seorang pendidik mampu menarik dan mendorong minat peserta didik untuk menyukai dan merasa senang terhadap pelajaran dan proses pembelajarannya. Inilah yang harus dicapai dalam pendidikan yang inspiratif sehingga melahirkan pembelajaran bermakna.
Pada intinya untuk menciptakan suasana ini maka Pendidik diharapkan mampu membantu peserta didik untuk memahami materi yang sedang dipelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan pada saat apersepsi, eksplorasi konsep, elaborasi pemahaman, penugasan dan lain sebaginya
- Menyenangkan
Pembelajaraan yang menyenangkan merupakan dambaan dari setiap peserta didik. Karena proses belajar yang menyenangkan bisa meningkatkan motivasi belajar yang tinggi bagi siswa guna menghasilkan produk belajar yang berkualitas. Dryden dan Voss (2000) mengatakan bahwa belajar akan efektif jika suasana pembelajarannya menyenangkan. Seseorang yang secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya memerlukan dukungan suasana dan fasilitas belajar yang maksimal. Anak-anak pada dasarnya belajar paling efektif pada saat mereka sedang bermain atau melakukan sesuatu yang mengasyikkan. Menurut penelitian, anak-anak menjadi berminat untuk belajar jika topik yang dibahas sedapat mungkin dihubungkan dengan pengalaman mereka dan disesuaikan dengan alam berpikir mereka.
Yang dimaksudkan adalah bahwa pokok bahasannya dikaitkan dengan pengalaman peserta didik sehari-hari dan disesuaikan dengan dunia mereka dan bukan dunia guru sebagai orang dewasa. Apa lagi jika disesuaikan dengan kebiasaan mereka dalam belajar. Pendidik perlu menggunakan berbagai variasi metode dengan mempertimbangkan aspirasi dari Peserta Didik, serta tidak terbatas hanya di dalam kelas dalam proses belajar mengajar.
- Menantang
Pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang menantang dirancang untuk mendorong peserta didik terus meningkatkan kompetensinya melalui tugas dan aktivitas dengan tingkat kesulitan yang tepat. Pendidik diharapkan menggunakan materi dan kegiatan belajar sesuai dengan kemampuan dan tahapan perkembangan peserta didik serta memfasilitasi kepercayaan diri mereka bahwa potensi yang dimilikinya dapat ditingkatkan.
Oleh karena itu agar hal tersebut dapat terwujud maka terlebih dahulu pendidik perlu melakukan asesmen awal untuk mengetahui tingkat kemampuan awal peserta didik terhadap materi yang akan dipelajari dan juga mengetahui aspek non kognitif dari peserta didik seperti minat, bakat, gaya belajar, perasaan dan lain sebagainya.
- Memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif
Partisipasi aktif peserta didik pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru agar proses belajar mengajar yang dilakukan mendapatkan hasil yang maksimal. Seorang guru perlu berupaya meningkatkan partisipasi aktif peserta didik. Partisipasi aktif merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, peserta didik dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah hasil belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif, peserta dipandang perlu untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional.
Adapun yang perlu dilakukan guru adalah membangun suasana belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat dan bereksperimen dan melibatkan mereka dalam menyusun rencana belajar, menetapkan target individu dan/atau kelompok, dan turut memonitor pencapaian hasil belajar.
- Memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik
Pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik dapat dilakukan dengan cara : 1) memberi kesempatan bagi Peserta Didik untuk mengembangkan dan mengomunikasikan gagasan baru; 2) membiasakan Peserta Didik untuk mampu mengatur dirinya dalam proses belajar; 3) menciptakan suasana pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi Peserta Didik untuk mengaktualisasikan diri; dan 4) mengapresiasi bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki oleh Peserta Didik.
Keenam iklim/lingkungan belajar tersebut dapat dilakukan guru dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran pada kurikulum merdeka yakni pembelajaran berdiferensiasi. Tomlinson (2000) mengatakan bahwa Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap peserta didik. Guru perlu memahami keragaman dan keunikan dari setiap peserta didiknya. Keanekaragaman seperti usia, agama, suku budaya, latar belakang keluarga, sosial ekonomi, jenis kelamin dan/lain sebagainya perlu diketahui guru sebelum memfasilitasi belajar peserta didik. Data dan informasi tentang capaian perkembangan, minat, gaya belajar, pola asuh orang tua yang membentuk karakter dan perilaku peserta didik juga perlu dimiliki oleh seorang guru.
Dengan berdasarkan keragaman dan keunikan masing-masing pesert didik, guru dapat lebih mudah melakukan berbagai pendekatan pembelajaran di dalam kelas baik dalam menyiapkan konten yang akan dipelajari, proses penyampaian dan penemuan informasi dan pengetahuan bahkan produk atau hasil belajar peserta didik.
Agar hal tersebut dapat terwujud, maka guru perlu melakukan Asesmen Awal atau pemetaan kebutuhan peserta didik. Tomlinson (2001) dalam bukunya “How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom“ menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid paling tidak berdasarkan tiga aspek yaitu : 1) Kesiapan Belajar (Readiness) yakni kapasitas untuk mempelajari sesuatu; 2) Minat Murid seperti sains, drama, menonton, membaca dan lain-lain; dan 3) profil belajar murid yakni antara lain : bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga dan kekhususan lainnya.
- Kesimpulan dan Saran
Dalam mengorganisasikan pembelajaran dI kelas, Satuan pendidikan perlu merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022 tentang Standar Proses pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar Dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Terdapat enam iklim/lingkungan belajar yang perlu diupayakan guru dalam kelas yaitu : interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Hal tersebut dapat terwujud apabila guru menerapkan prinsip-prinsip kurikulum merdeka yakni asesmen awal dan pembelajaran berdiferensiasi.
Untuk memperoleh pengetahuan tentang asesmen awal dan pembelajaran berdiferensiasi guru dapat belajar secara mandiri melalui Platform Merdeka Mengajar yang telah disediakan oleh Pemerintah. Guru dapat menonton video inspirasi dan melihat bukti karya dari guru-guru lainnya yang telah menerapkan prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka