Perubahan yag terus bergulir dan melaju dengan sangat cepatnya, juga menuntut terjadinya percepatan adaftasi dilakukan oleh dunia pendidikan.
Dan dari ketiga sub sistem pendidikan, pendidikan non formal (PAUDNI) adalah subsistem yang paling besar merasakan dampak dari perubahan yang bernama globalisasi tersebut.
Kenapa?
Tidak lain adalah karena paradigma berpikir kita tentang pendidikan.
Kita selalu berpikir bahwa pendidikan formal adalah dunia pendidikan yang monoton, baku dan tidak dituntut untuk terlalu memperhatikan dunia luar. Karena pendidikan formal “hanya sebuah formalitas” untuk mendapatkan alasan dan pengakuan profesionalisme. Sehingga sejauh apapun perbedaan kompetensi lulusan pendidikan formal dengan kompetensi kebutuhan dunia global, tidak akan menyebabkan hilangnya gelar profesional lulusan pendidikan formal. Pengetahuan-pengetahuan tentang dunia global seolah menjadi tanggungjawab pendidikan non formal. Pandangan ini kian memojokan kita untuk “hiperaktif”, bergerak cepat menyesuaikan diri dengan kebuthan global tersebut.
Pandangan-pandangan tersebut mengesankan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyesuaian kompetensi global adalah wilayah tanggungjawab PAUDNI. Konsekuensinya, garapan PAUDNI menjadi sangat luas, karena harus sesuai dengan kebutuhan dunia global.
Terlepas dari itu, luasnya garapan PAUDNI mengajak kita untuk berpikir strategis guna menemukan solusi terbaik dalam rangka mempersempit “wilayah” tanpa mengurangi “daerah” sehingga memudahkan manajemen pengelolaan. Prinsip sentralisasi sangatlah tepat dalam hal ini.
Kenapa sentralisasi?
Alasannya:
- Jumlah institusi penyelenggara PAUDNI masih sangat sedikit jika dibanding dengan luas wilayah yang merupakan garapannya .
- Jumlah dukungan finansial masih kecil dibanding kebutuhan setiap item penyelenggaraan PAUDNI, dan
- Kualitas penyelenggara PAUDNI yang masih berada dibelakang kualitas penyelenggara pendidikan formal,
Salah satu program PAUDNI yang “pernah” dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal yang dapat dijadikan sebagai labsite penerapan konsep sentralisasi pendidikan nonformal adalah program desa vokasi. Penerapan konsep ini tentu dengan tidak menafikan kultur, budaya dan potensi lokal masyarakat. Hal ini adalah untuk menjamin bahwa program-program dalam desa vokasi tidak bertolak belakang dengan kebutuhan dan kearifan lokal tersebut. Sehingga penerimaan dan penyesuaian masyarakat akan menjadi lebih cepat dan baik.
Kemampuan penyesuaian masyarakat menjadi penting karena mengingat program-program PAUDNI adalah program-program yang bersifat inovatif (pengembangan).
Terkhusus untuk wilayah BP-PAUDNI Reg. VI, istilah desa menjadi sangat asing. Maka untuk mengakrabkannya, digunakan istilah Kampung PAUDNI (KADI)
Kampung dipilih sebagai tempat sentralisasi program PAUDNI karena sejak awal kegiatan pembangunan di Indonesia, pembangunan kampung (pedesaan-red), baik di Jawa maupun diluar pulau Jawa telah banyak mendapat perhatian. Ini merupakan konsekuensi logis bagi bangsa Indonesia. Karena sebagian besar penduduknya hidup di daerah kampung, mencapai 70% dari keseluruhan penduduk di Indonesia. Artinya, Sentral pembangunan memang berada di kampung.
Arti penting pembangunan kampung adalah: dengan menempatkan kampung sebagai sasaran pembangunan, usaha untuk mengurangi berbagai kesenjangan pendapatan, kesenjangan kaya dan miskin, kesenjangan kampung dan kota akan dapat lebih diwujudkan.
Hal ini dipertegas lagi oleh GBHN 1999 tentang pembangunan pedesaan yang intensitasnya ditingkatkan guna mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan sistem agribisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat. Pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi, dan pemanfaatan sumber daya alam (GBHN: 1999).
Untuk daerah di Papua, sejalan dengan konsep pembangunan yang sedang diterapkan oleh pemerinth daerah prrovinsi maupun kabupaten, yakni pembangunan dari desa/kampung. Wujud nyata penerapan konsep pembanggunan dari desa ini adalah adalah adanya program PNPM Mandiri dan RESPEK serta adanya Dana Alokasi Pembangunan Kampung (DAK).
PENGEMBANGAN DESI MENJADI KADI BERBASIS KEARIFAN DAN POTENSI LOKAL
Konsep “Comunity College” yang pernah disampaikan Direktur Jenderal PAUDNI 2010, Hamid Muhammad, Ph.D, dapat diterjemahkan sebagai kawasan yang memungkinkan berkumpulnya seluruh masyarakat dan memungkinkan terjadinya transformasi ilmu, pengetahuan dan keterampilan.
KADI ini mengadopsi konsep pembelajaran BCCT pada PAUD. Penentuan jenis dan jumlah sentra ditetapkan sesuai kebutuhan masyarakat. Konsep lain yang diadopsi dalam sentralisasi PAUDNI menggunakan KADI ini adalah konsep pembelajaran pada pondok pesantren, yang selain memiliki ruang-ruang belajar dan latihan keterampilan, ruang ibadah dan lapangan bermain, juga dilengkapi dengan asrama tempat tinggal para santri.
Berbagai konsep ini digunakan untuk memberikan ruang bagi masyarakat memilih dan menentukan sendiri jenis vokasi/keterampilan yang dibutuhkan. Tiap jenis vokasi akan ditempatkan pada sudut-sudut tertentu dalam KADI tersebut. Pengaturan tempat/lokasi sentra mengadopsi sistem pondok pesantren. Bagian ini selanjutnya dinamakan sentra vokasi.
Selain sebagai sentra vokasi, KADI ini diarahkan juga menjadi pusat/sentra ekonomi kerakyatan, dimana di kampung ini akan diperdagangkan segala hasil karya dan produk lokal masyarakat. Di tengah-tengah desa akan dijadikan sebagai pasar rakyat yang akan memamerkan produk-produk keterampilan masyarakat, produk-produk hasil program PAUDNI dan produk-produk lokal masyarakat.
Untuk lebih menegaskan KADI sebagai sentra PAUDNI, maka akan dilengkapi dengan tempat-tempat aktifitas pendidikan nonformal. Tempat-tempat tersebut seperti PKBM-PKBM dengan aktifitas seperti PAUD, Keaksaraan, Pendidikan Perempuan/PUG dan kursus-kursus.
Guna lebih mendekatkan masyarakat dengan program, maka tak pelak, kearifan lokal harus menjadi perhatian serius. Pada bagian ini, kearifan dan potensi lokal dijadikan sebagai komoditi utama untuk menarik perhatian.
Tak dapat dipungkiri, keindahan dan kesejukan alam kampung merupakan salah satu tujuan para wisatawan dalam berlibur dan menghilangkan penat. Ke-eksotis-an budaya dan adat istiadat juga memiliki bergaining wisata yang tak kalah menarik. Dan kedua hal tersebut telah dimiliki oleh seluruh daerah di Papua. Jika ini mampu dikembangkan, maka selain menjadi sentra pendidikan dan keterampilan, KADI juga akan mampu menjadi salah satu alternatif kunjungan wisata. Sehingga pada gilirannya menjadi kampung PAUDNI dan wisata vokasi berbasis kearifan dan potensi lokal.
Setelah itu, maka perkembangan selanjutnya, KADI akan benar-benar mampu menjadi labsite/percontohan pelaksanaan program PAUDNI.
Kemudian untuk menjamin kemakmuran masyarakat desa yang memang menggantungkan hidupnya dari alam, maka pada beberapa bagian desa dijadikan sebagai sentra pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan. Produk yang dihasilkan dari sentra ini akan dapat digunakan untuk menghidupi masyarakat.
MANFAAT DESA WISATA VOKASI BERBASIS KEARIFAN DAN POTENSI LOKAL
Dengan menjadi labsite PAUDNI, diharapkan akan meningkatkan efisiensi anggaran ujicoba model karena tidak perlu mencari daerah lain sebagai tempat ujicoba model, memudahkan pengawasan dan pengelolaan manajemen, memudahkan pemantauan perkembangan dan mengukur kinerja lembaga-lembaga penyelenggara PNF, menjadi sumber penghasilan masyarakat diantaranya melalui kunjungan wisatawan, penjualan produk-produk lokal dan hasil pelatihan, sehingga akan meningkatkan kemakmuran dan menambah PAD daerah
RUSTAM EFENDI
Staf BP-PAUD dan Dikmas Papua